Fakta dan logika tentang buku penodaan umat islam ( hati nurani pasti berpikir )






Buku “Sang Putra dan Sang Bapa; Kristen dan Islam” yang dijual bebas di toko buku Gramedia mengundang reaksi keras dari umat Islam karena sarat hujatan terhadap Islam. Beberapa hujatan dalam buku setebal 197 halaman yang diterjemahkan dari edisi Inggris “Christianity and Islam: The Son and The Moon” karya Curt Fletemier, Yusuf dan Tanti, misalnya:”Melecehkan Al-Qur'an dengan menyebut ayat-ayat Al-Qur'an tidak masuk akal (hlm 17); Al-Qur'an tidak cocok bagi Muslim yang berakal sehat dan berperikemanusiaan (hlm. 26); ayat-ayat Al-Qur'an tumpang tindih (hlm. 113); ada lima ayat Al-Qur'an yang disebut sebagai ayat-ayat setan (hlm. 138-139); Al-Qur'an berisi ayat-ayat kontradiktif/bertentangan satu sama lainnya (hlm 155); Al-Qur'an mengalami kesalahan penulisan (hlm 164), dll.


Menghujat Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW dengan menuding Allah bertindak ganjil dalam Al-Qur'an ketika bersumpah (hlm. 140); Nabi Muhammad adalah orang yang kurang pengetahuan (hlm. 142); Nabi Muhammad adalah manusia yang berdosa, sama seperti manusia yang lainnya (hlm. 177).

Menghina ibadah kaum Muslimin dengan menuduh semua ibadah umat Islam dalam rukun Islam meniru langsung kepada praktik penyembahan berhala (hlm 146); ibadah shalat umat Islam identik dengan praktik ritual penyembah dewa bulan (hlm. 148); ibadah puasa Ramadhan diajarkan Nabi Muhammad dengan meneruskan praktik keagamaan agama penyembah berhala (hlm. 148); ibadah haji adalah ritual yang berasal dari praktik penyembahan berhala (hlm. 146).

Tindakan Gramedia menjual buku yang memancing kerusuhan umat beragama itu memang keterlaluan. Pasalnya, buku tersebut tergolong buku gelap, karena penerbitnya tidak mencantumkan alamat jelas. Penerbit yang menamakan Sonrise Enterprise hanya mencantumkan email dan nomor kontak 08881613377 yang tidak bisa dihubungi karena sudah tidak aktif alias mati.

Maka tak heran jika Ketua Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH. Slamet Effendi Yusuf mengecam Gramedia sebagai penjual buku sampah.

“Kami meminta agar toko buku itu (Gramedia) agar selektif, dan tidak memancing kemarahan umat Islam. Tentu, akan lebih baik agar toko buku itu menarik buku yang bisa merusak suasana dan mengganggu kerukunan antar umat beragama,” tegas Slamet. Menurutnya, buku penodaan yang dijual di Gramedia itu adalah garapan kelompok fundamentalis Kristen yang sangat berpotensi menimbulkan gejolak seperti yang terjadi di Temanggung beberapa bulan lalu.

Ironisnya, meski penuh dengan hujatan terhadap Islam, Al-Qur'an dan Nabi Muhammad, sang penulis berani mengklaim bukunya sebagai bentuk kasih-sayang terhadap umat Islam.

“Apakah pembaca yang budiman adalah seorang Muslim? Membaca buku ini mungkin merupakan cara terbaik untuk menguji iman Anda” (hlm 7 alinea ke-3).

“Jadi, kesimpulannya bahwa buku ini pertama dan terutama ditulis untuk orang Kristen... dan terakhir bagi orang Muslim yang berpikiran terbuka” (hlm 7 alinea ke-7).

“Buku ini sama sekali tidak ditulis dari hati yang benci atau tidak senang terhadap orang Muslim. Kami mengasihi orang-orang Muslim. Buku ini ditulis dengan ketulusan hati pengikut Kristus yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang tinggi.” (hlm 9 alinea ke-4).

Kata-kata ‘kasih’ dan ‘ketulusan’ yang keluar dari mulut evangelis Kristen itu patut diragukan seratus persen. Jika mereka tulus mengasihi umat Islam dengan buku tersebut, mengapa mereka tidak menulis nama dan alamat terang penerbit? Mengapa mereka justru memajang nomor telepon palsu?

Selain itu, pada bagian lain disebutkan bahwa tujuan inti buku penodaan agama itu adalah untuk meneguhkan iman kristiani kepada Yesus Kristus. “Buku ini ditulis terutama bagi orang-orang Kristen, guna meneguhkan iman mereka kepada Yesus” (hlm 127 alinea 1).

Dengan demikian, jelaslah bahwa sang evangelis Kristen mengasihi umat Islam sekaligus mengokohkan iman kristiani dengan hujatan terhadap Islam, Allah SWT, Nabi Muhammad SAW dan Al-Qur'anul Karim. Mereka menyamakan makna KASIH dan HUJAT.

Jargon-jargon mengasihi umat Islam dari mulut para penginjil adalah kebohongan besar atas nama Yesus untuk misi Kristenisasi. Kebohongan untuk misi ini sesuai dengan ajaran Paulus: “Tetapi kalau kebohonganku menjajakan kebenaran Allah, bagaimana mungkin aku dihukum sebagai pendosa?” (Roma 3:7, Alkitab Arnoldus Ende-Flores 1969).

Para penginjil mengidolakan praktik kebohongan misi untuk meninggikan nama Yesus, padahal dalam Yohanes 8:44, Yesus mengecam para pendusta sebagai hamba iblis, bukan hamba Tuhan!!

(BOX)

Manusia yang Berdosa Kepada Tuhan, Kok Tuhan yang Mati Menebus Dosa?

Berbagai hujatan terhadap ajaran Islam dilakukan oleh Curt Fletemier, Yusuf dan Tanti untuk memaksakan doktrin kristiani tentang ketuhanan Yesus kepada umat Islam. Menurut tiga evangelis itu, sangat logis jika Tuhan menjelma menjadi Yesus untuk mati menebus dosa manusia, karena tidak ada yang mustahil bagi Tuhan.

“Manusia menjadi Tuhan itu mustahil, tetapi Tuhan menjadi manusia itu dapat terjadi. Tuhan Maha segalanya, dan oleh karena kasih-Nya yang besar Ia rela turun menjadi manusia, bahkan mati untuk menggantikan hukuman dosa” (hlm. 16).

Berulangkali, ketiga penulis ini mendoktrin umat Islam agar mau mengimani Yesus sebagai penjelmaan Tuhan yang mati untuk menebus dosa, antara lain ditekankan pada halaman 83 berikut:

“Tuhan telah memberikan jalan keluarnya bagi kita, yang perlu kita lakukan adalah mengakui bahwa kita berdosa, dan percaya pada pengurbanan Yesus. Bicaralah kepada-Nya dalam doa, dan terimalah Yesus sebagai Tuhan.”

Menurut mereka, sangat mungkin bila Tuhan menjelma menjadi manusia lalu mati untuk menebus dosa, karena Tuhan itu Maha Segala-galanya. Inilah rumusan teologi ‘otak-atik.’ Akal sehat dijungkirbalikkan untuk meyakini doktrin bahwa Yesus adalah manusia penjelmaan Tuhan yang mati tragis di tiang salib untuk menebus dosa manusia.

Teologi otak-atik evangelis ini sangat batil dan bertolak belakang 180 derajat dengan akidah Islam. Menurut akidah Islam, meski Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Qs. Al-Ma’idah 72), tapi jangan lupa, Allah juga memiliki sifat Maha Suci (Al-Quddus) dari sifat-sifat tercela (Qs Al-Hasyr 23; Al-Jumu'ah 1).

Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah SWT itu “laysa kamitslihi syay-un” (tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai atau serupa dengan Allah).

“Tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan Dia (Allah). Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Qs. Asy-Syura 11).

“Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia (Allah)” (Qs. al-Ikhlash 4).

Bila teologi otak-atik evangelis itu diterapkan, alangkah rusaknya keimanan dan logika manusia? Dengan kaidah bahwa Tuhan Maha Segala-galanya, maka dipahami bahwa tak mustahil Tuhan menjelma menjadi apa saja, termasuk menjadi manusia lalu mati menebus dosa.

Dengan logika yang sama-sama nakal, harus dipahami bahwa tidak mustahil dan bisa saja Tuhan menjelma menjadi kucing, anjing, babi, tokek, jangkrik, tikus, cicak, ular dan binatang menjijikkan lainnya. Bukankah kata evangelis, Tuhan Maha Segala-galanya? Dan tak ada larangan dalam Bibel bagi Tuhan untuk menjelma menjadi binatang?

Sang evangelis berargumen bahwa “manusia menjadi Tuhan itu mustahil, tetapi Tuhan menjadi manusia itu dapat terjadi karena Tuhan Maha segalanya.” Dengan argumen yang sama dapat kita pinjam logika evangelis: “Tokek menjadi Tuhan itu mustahil, tetapi Tuhan menjadi tokek itu dapat terjadi karena Tuhan Maha segalanya.” Mana yang lebih mungkin, tokek menjadi Tuhan atau Tuhan menjadi tokek? Na’udzubillah min dzalik. Inilah logika rusak buatan evangelis.

Bibel tidak mengajarkan Asmaul-Husna, sehingga meyakini Tuhan Maha Segalanya dan bisa menjelma menjadi apa saja, misalnya: menjadi manusia yang duel dengan Yakub (Kejadian 32:28); menjadi burung merpati (Yohanes 1:32); seperti perempuan hamil yang mau melahirkan (Yesaya 42: 13-14); Tuhan kelihatan kaki-Nya (Keluaran 24:10); Tuhan kelihatan punggung-Nya (Keluaran 33:23); Tuhan lupa ketika marah (Ratapan 2:1); Tuhan mencukur kepala dan bulu paha (Yesaya 7:20); Tuhan mengaum (Yeremia 25:30); Tuhan bersiul (Zakharia 10:8); dll.

Keyakinan evangelis bahwa Tuhan menjelma menjadi manusia untuk mati disalib menebus dosa, menurut akidah Islam, lebih batil lagi. Jika manusia berbuat dosa, seharusnya manusia itu sendiri yang harus menyesal, bertobat, tidak mengulangi kesalahan, mohon ampun (istighfar) kepada Tuhan dan memperbaiki kesalahan dengan memperbanyak amal shalih.

Sungguh aneh jika manusia yang berbuat dosa kepada Tuhan, lalu Tuhan yang harus mati untuk menebus dan mengampuni dosa manusia? Aneh bin ajaib teologi otak-atik evangelis Curt Fletemier ini! 





sumber : suara-islam.com